Makalah Atresia Rekti
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia rekti dan anus & hisprung merupakan kelainan gangguan pada
neonatus. Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Hirschsprung atau Mega Colon
adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily
& Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan
bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari
pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan
kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu kebidanan mengenai penyakit
hisprung atresia rekti dan anus. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat
dalam proses pembelajaran pada mata kuliah kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ATRESIA REKTI
DAN ANUS
2.1.1 Definisi
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai
malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.
Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang
merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital
pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.1.2 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu/3 bulan
3.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan
2.1.3 Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate
dapat disebabkan karena :
1. Kelainan
ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
3. Gangguan
organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4. Atresia
ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak :
1) Tinggi
(supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital
2) Intermediate
→ rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3) Rendah →
rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada
laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
2.1.4 Manifestasi
Klinis
1. Mekonium
tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak
dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium
keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi
bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi
muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada
pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut
kembung.
2.1.5 Faktor predisposisi
Atresia
ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
1.
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas
pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2.
Kelainan sistem pencernaan.
3.
Kelainan sistem pekemihan
4.
Kelainan tulang belakang.
2.1.6 Komplikasi Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani
antara lain :
1.
Asidosis hiperkioremia.
2.
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3.
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4.
Eversi mukosa anal
5.
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut
dianastomosis)
6.
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan
toilet training.
7.
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
8.
Prolaps mukosa anorektal.
9.
Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan
dan infeksi)
10. Komplikasi
jangka panjang.
2.1.7 Klasifikasi Klasifikasi
Klasifikasi Klasifikasi atresia ani
antara lain :
1. Anal
stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus
atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal
agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal
atresia adalah tidak memiliki rectum
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi
sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian
anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum
abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada
usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan
diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit
anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau
skapel.
2. Pengobatan
a. Aksisi
membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi
yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)
3. Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan
rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan
pada gangguan ini
b. Jika ada
fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel meonium.
c. Pemeriksaan
sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara
sampai keujung kantong rectal.
d. Ultrasound
dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e. Aspirasi
jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan
radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :
a) Udara
dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b) Tidak ada
bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini
harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan
anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c) Dibuat
foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara
benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
2.2 HIRSCHPRUNG
2.2.1 Definisi
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah,
1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian
dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507)
2.2.2 Macam – macam Hirschsprung
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat
dibedakan 2 tipe yaitu :
1. Penyakit
Hirschprung segmen pendek Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid
ini merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit
Hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat
mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki
maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)
2.2.3 Etiologi
Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan
oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. -
Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”. - Kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik
dan submukosa dinding pleksus.
2.2.4 Epidemiologi Insidensi penyakit
Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi
dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung
yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Menurut
catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya
2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10
%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai
gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan
vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
2.2.5 Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta
spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (
Betz, Cecily & Sowden). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus
berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi
usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu
karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (
Price, S & Wilson ).
2.2.6 Tanda dan Gejala
Ø Tanda dan
gejala setelah bayi lahir :
1.
Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan >
24 jam)
2.
Muntah berwarna hijau
3.
Distensi abdomen, konstipasi.
4.
Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan
pengeluaran tinja / pengeluaran gas yang banyak. karena gejala tidak jelas pada
waktu lahir.
Ø Gejala
pada anak yang lebih besar antara lain :
1.
Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
2.
Distensi abdomen bertambah
3.
Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4.
Terganggu tumbang karena sering diare.
5.
Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita. 6.
Perut besar dan membuncit.
2.2.7 Manifestasi Klinis
1. Kegagalan
lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Konstipasi
kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
3. Obstruksi
usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri
abdomen dan distensi
5. Gangguan
pertumbuhan.
Menurut (Suriadi, 2001 : 242) :
1. Obstruk
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.
2. Keterlambatan
evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara spontan maupun
dengan edema.
3. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut.
4. Konstruksi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau
busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala
hanya konstipasi ringan.
Menurut
Mansjoer, 2000 : 380) :
1.
Masa Neonatal :
a.
Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah
lahir.
b.
Muntah berisi empedu.
c.
Enggan minum.
d.
Distensi abdomen
2.
Masa bayi dan anak-anak :
a.
Konstipasi
b.
Diare berulang
c.
Tinja seperti pita, berbau busuk
d.
Distensi abdomen
e.
Gagal tumbuh
2.2.8 Komplikasi
1. Gawat
pernapasan (akut)
2. Enterokolitis
(akut)
3. Striktura
ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia
(jangka panjang)
2.2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1.
Biopsi isap
yakni
mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion
pada daerah submukosa.
2. Biopsy
otot rectum
yakni
pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini
bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan
aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap.
Pada
penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan
aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
2.2.10 Penatalaksanaan
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan
kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan
dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
1)
Prosedur Duhamel
Menarikan
kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus
aganglionik.
2)
Prosedur Swenson
Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3)
Prosedur saave
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4)
Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus
aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan
teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua
atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi
ditutup dalam prosedur kedua.
Ø Persiapan
prabedah, antara lain :
a)
Lavase kolon
b)
Antibiotika
c)
Infuse intravena
d)
Tuba nasogastrik
5)
Perawatan prabedah rutin
Ø Pelaksanaan
pasca bedah, antara lain :
a)
Perawatan luka kolostomi
b)
Perawatan kolostomi
c)
Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi,
peritonitis dan peningkatan suhu.
6)
Dukungan orangtua,
bahkan kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu kolostomi.
Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana
memakaikan kantong kolostomi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia rekti dan anus & hisprung merupakan
kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti dan anus adalah kelainan
congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces
karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit
Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief
Mansjoeer, 2000 ).
3.2 Saran
Terutama untuk para mahasiswa kebidanan agar dapat bermanfaat dan lebih meningkatkan
mutu dalam pelayanan kebidanan untuk pada kelainan neonatus dan
pentalaksanaanya.
Komentar
Posting Komentar