Makalah ASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa
nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
berikutnya (JHPIEGO, 2002 dalam
Wulandari, R, 2011).
Masa
nifas tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir
persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999 dalam Wulandari, R,
2011). Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Wulandari, R, 2011).
Definisi
ASI-Eksklusif
adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja segera setelah melahirkan sampai
usia 6 bulan. Pada usia ini, bayi masih dalam masa transisi untuk menyesuaikan
konsumsi gizinya dari luar. Oleh karena itu selama 6 bulan penuh, diharapkan
bayi hanya mendapatkan konsumsi dari makanan yang diproduksi dari dalam tubuh
ibunya. Pemberian makanan lain selain ASI pada usia tersebut, dikhawatirkan
akan terjadi gangguan kesehatan karena kondisi biologis bayi, terutama alat
pencernaannya masih belum siap.
Bayi yang dilahirkan
dari ibu penderita Hepatitis B biasanya asimptomatis, jarang yang disertai
gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B (HB) dari ibu penderita terjadi pada
saat lahir karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut
pada kehamilan trimester pertama dan kedua, risiko penularan pada bayinya kecil
karena antigen dalam darah sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs
sudah muncul. Bila ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir,
kemungkinan bayi akan tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi
melalui fekal oral (sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat
minimal apabila bayi diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B.
Kuman TBC
tidak melalui ASI sehingga bayi boleh menyusu. Ibu perlu diobati secara adekuat
dan diajarkan cara mencegah penularan kepada bayi yaitu dengan penggunaan
masker. Walaupun sebagian obat anti tuberculosis tersebut akan terdapat di ASI,
bayi tetap diberi INH dengan dosis penuh. Setelah 3 bulan pengobatan biasanya
ibu sudah tidak menularkan lagi maka bayi diuji mantoux, bila hasilnya negatif
terapi INH dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG.
Bayi dari
ibu dengan HIV/AIDS sebanyak kurang lebih 20% sudah terinfeksi HIV melalui
transmisi vertikal dan bila ibu menyusui, penularan melalui ASI akan bertambah
sebanyak 14%. Oleh karena itu, dinegara maju dengan angka kematian dan
kesakitan bayi yang tidak mendapat ASI sudah rendah, dianjurkan agar ibu tidak
menyusui bayinya. Namun di negara dimana tidak memberikan ASI memberikan dampak
morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi, maka dianjurkan agar ibu tetap
memberikan ASI.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian ASI bagi bayi
2. Bagaimana cara penyimpanan ASI
3. Bagaimana cara penyimpanan ASI
dengan metode botol hangat
4. Bagaimana cara penyimpanan ASI di
freezer
5. Bagaimana penanggulangan ibu
menyusui dengan Hepatitis B
6. Bagaimana penanggulanagn ibu
menyusui dengan penyakit paru
7. Bagaimana penanggulangan ibu
menyusui dengan penyakit HIV-AIDS
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui kegunaan dari
ASI untuk bayi
2. Untuk dapat mengetahui cara
penyimpanan ASI yang baik dan benar
3. Untuk dapat mengetahui bagaimana
dampak ibu menyusui dengan Hepatitis B, Paru, dan HIV-AIDS
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masa Nifas
Masa
nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
berikutnya (JHPIEGO, 2002 dalam
Wulandari, R, 2011).
Masa nifas tidak
kurang dari 10 dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan
pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999 dalam Wulandari, R, 2011). Jadi masa nifas
(puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari (Wulandari, R,
2011).
Nifas dibagi dalam 3 periode (Wulandari, R, 2011):
a. Puerperium dini yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam agama Islam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial yaitu
kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
Masa post partum atau masa nifas
sering dikenal juga dengan puerperium berasal dari kata puer yang berarti
seorang anak dan parere yang berarti kembali ke semula yaitu masa enam minggu
setelah persalinan ketika organ reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil (Puspita, 2013). Pada masa ini, seorang
ibu akan mengalami adaptasi dari perubahan fisiologis dan psikologis.
2.2 ASI
Angka kesakitan bayi di Indonesia
pada tahun 2009 akibat dari kurangnya pemberian ASI pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan mencapai 54% pada bayi usia dua sampai tiga bulan,
sementara 19% pada bayi usia tujuh sampai sembilan bulan. Lebih memprihatinkan
13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi
usia dua sampai tiga bulan telah diberi makanan tambahan (Sentra Laktasi Indonesia, 2010).
ASI atau lebih tepat pemberian ASI
secara adalah bayi yang hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim (Burns,2004). Pemberian ASI ini
dianjurkan untuk jangka waktu sampai 6 bulan, jika usia bayi sudah lebih dari 6
bulan, maka harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat. ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (lowdermilk & Perry, 2006)
Definisi ASI-Eksklusif adalah
pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja segera setelah melahirkan sampai usia 6
bulan. Pada usia ini, bayi masih dalam masa transisi untuk menyesuaikan
konsumsi gizinya dari luar. Oleh karena itu selama 6 bulan penuh, diharapkan
bayi hanya mendapatkan konsumsi dari makanan yang diproduksi dari dalam tubuh
ibunya. Pemberian makanan lain selain ASI pada usia tersebut, dikhawatirkan
akan terjadi gangguan kesehatan karena kondisi biologis bayi, terutama alat
pencernaannya masih belum siap.
Menyusui secara eksklusif
1. Segera setelah lahir, dekap dan
biarkan bayi menyusu dalam 1 jam pertama kelahiranya.
2. Berikan ASI melalui payudara kiri
dan kanan bergantian setiap kali menyusui.
3. Jangan diberikan makanan lain sampai
bayi berumur 6 bulan .
4. Setelah bayi berumur 6 bulan ,
berikan makanan pendamping ASI . ASI tetap diberikan sampai usia 2 tahun.
5. Ibu menyusui perlu minum dan makan
lebih banyak dengan Menu Seimbang .
2.3 Cara
penyimpanan ASI
ASI perahan mungkin memiliki risiko lebih mudah
terkontaminasi zat asing atau lebih mudah basi dibandingkan dengan ASI yang
diberikan secara langsung dari payudara ibu. Oleh karena itu ASI perahan perlu
diperlakukan dengan benar ketika disimpan. Saat menyimpan ASI menggunakan
kulkas satu pintu, hindari menyimpan ASI di pintu kulkas. Karena kulkas yang
terlalu sering di buka akan mempengaruhi suhu ASI. Simpan ASI dibagian dalam
kulkas.
Cara menyimpan ASI dirumah
1.
ASI
yang disimpan di udara kamar/luar akan tahan 6 – 8 jam pada suhu 26 derajat celcius
atau lebih rendah.
2.
ASI
yang disimpan di dalam termos berisi es batu tahan 24 jam.
3.
ASI
yang disimpan di lemari es ditempat buah
dibagian paling dalam dimana tempat yang terdingin tahan 2 – 3 x 24 jam .
4.
Menyimpan Perahan
ASI yang disimpan di freezer yakni lemari es dengan satu pintu, tahan 2
minggu.
5.
ASI
yang disimpan di freezer yang mempunyai pintu terpisah sendiri tahan 3 bulan.
6.
ASI
yang disimpan di deep freezer akan tahan selama 6 – 12 bulan .
Cara menyimpan ASI perah ditempat kerja
1.
Tempat
penyimpanan ASI perah disarankan menggunakan botol kaca,karena lemak – lemak
dalam ASI tidak akan banyak menempel. Selain itu botol kaca juga relative murah
dan bisa digunakan berulang kali.
2.
Bila
ASI perah di simpan dalam botol kaca, hendaknya botol jangan diisi terlalu penuh, hal ini bisa
menyebabkan botol pecah saat di simpan di dalam freezer. Maka isikan ASI perah
kurang lebih ¾ Botol saja.
3.
Pastikan
botol – botol yang akan digunakan untuk menyimpan ASI perah sudah di cuci
bersih dengan sabun dan sebelum digunakan bilas dengan air panas.
4.
Simpan
ASI perah ke dalam botol steril dan tutup rapat – rapat .Pastikan sekali lagi
bahwa botol telah tertutup rapat jangan ada celah yang terbuka.
5.
Botol
diberi label berupa jam,tanggal pemerahan dan nama untuk membedakan dengan ASI
milik orang lain.
Keterangan :
1.
Sebelum diminumkan dengan sendok atau gelas plastk,
ASI dapat di hangatkan di dalam mangkok berisi air
hangat. Jangan dihangatkan diatas api
karena beberapa zat kekebalan dan enzim dapat berkurang.
2.
Jangan
merebus ASI perah atau menghangatkan ASI menggunakan air
mendidih.
3.
Jangan
membekukan kembali ASI perah yang sudah mencair
4.
Tidak
ada alasan membuang ASI kecuali bayi menolak
2.3.1 Metode
botol hangat
1.
Bersihkan botol besar yang memiliki
diameter 3-4 cm pada mulutnya. Hangatkan botol tersebut dengan mengisi air
hangat ke dalamnya. Isilah perlahan agar botol tersebut tidak pecah. Tunggulah
beberapa menit dan tuangkan airnya keluar.
2.
Dinginkan mulut dan leher botol dengan
air dingin yang bersih sehingga tidak melukai anda.
3.
Masuklah botol tersebut melalui mulutnya
ke dalam puting susu anda sampai erat.
4.
Ketika
ASI keluar perlahan, gunakan jari anda untuk mengendorkan botol tersebut dari payudara
anda.
5.
Ulangi
pada payudara yang lain.
6.
Setelah itu rendam diair yang hangat.
2.3.2 Penyimpanan di Freezer
1.
Botol kaca yang sudah berisi ASI diberi
label berupa nama, jam dan tanggal pemerahan. Jangan lupa untuk menutup rapat
botol setelah diisi dengan ASI.
2.
Sebaiknya jangan meletakkan botol ASI di
pintu kulkas. Karena jika kulkas sering dibuka maka yang akan cepat mendapatkan
pengaruh perubahan suhu adalah makanan atau minuman yang berada di pintu
kulkas. Perubahan suhu yang mendadak akan mempengaruhi kualitas ASI yang
disimpan. Maka hendaknya simpan botol ASI di kulkas bagian dalam.
3.
Perhatikan pula tata letak antara ASI
yang satu dengan yang lainnya. Hal ini untuk mempermudah pengambilan botol ASI
ketika akan digunakan. Gunakanlah prinsip first in first out (FIFO) atau yang
pertama masuk adalah yang pertama keluar. Jadi layaknya seperti antrean,
tatalah botol berisi ASI perahan berurutan sesuai dengan waktu pemerahannya.
Usahakan bahwa botol ASI yang lebih dahulu masuk diletakkan di bagian yang
paling depan sehingga ibu dapat dengan mudah mengambilnya.
4.
Sebenarnya tidak ada keharusan bagi ibu
untuk menghangatkan ASI yang hendak diberikan kepada buah hati. Semua ini
tergantung dengan preferensi atau kesukaan si buah hati. Ada bayi yang hanya
bisa menerima konsumsi ASI dalam keadaan suhu ruangan ada pula yang hanya bisa
menerima ASI perahan dalam kondisi hangat dan ada pula juga bayi yang bisa
menerima konsumsi ASI dalam kondisi suhu ruangan maupun hangat.
5.
Apabila ibu berkeinginan untuk
menghilangkan suhu dingin ASI setelah keluar dari kulkas maka bisa dilakukan
dengan mengaliri botol ASI dengan air bersuhu ruang kemudian aliran air secara
perlahan diganti dengan air hangat. Atau bisa juga dilakukan dengan merendam
botol ASI tersebut ke dalam wadah berisi air bersuhu ruangan kemudian secara
perlahan mengganti air tersebut dengan air yang lebih hangat. Ingat ya ibu,
jangan memberikan air hangat dengan tiba-tiba namun secara bertahap.
6.
ASI
yang disimpan di dalam kulkas dapat bertahan hingga 3 hari. Dalam kondisi yang sangat
bersih ASI dapat bertahan hingga 8 hari.
7.
Jika ingin dibekukan maka ASI terlebih
dahulu disimpan di dalam kulkas semalam sebelumnya kemudian esoknya dipindahkan
ke freezer. Apabila ibu ingin mencairkan ASI beku maka pindahkan terlebih
dahulu ASI beku ke kulkas selama 12 jam. Setelah itu ASI bisa dihangatkan.
Namun ASI yang sudah dicairkan tidak boleh dibekukan kembali.
2.4
Ibu
nifas dengan Hepatitis B
Bayi yang dilahirkan dari ibu
penderita Hepatitis B biasanya asimptomatis, jarang yang disertai gejala sakit.
Transmisi virus hepatitis B (HB) dari ibu penderita terjadi pada saat lahir
karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada
kehamilan trimester pertama dan kedua, risiko penularan pada bayinya kecil
karena antigen dalam darah sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs
sudah muncul. Bila ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir,
kemungkinan bayi akan tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi
melalui fekal oral (sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat
minimal apabila bayi diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B.
Manifestasi Klinis :
1.
Banyak kasus infeksi hepatitis B tidak
bergejala.
2.
Gejala yang timbul serupa dengan infeksi
hepatitis A dan C tetapi mungkin lebih berat dan lebih mencakup keterlibatan
kulit dan sendi.
3.
Gejala letargi, anoreksia dan malaise
4.
Gejala lain berupa artralgia atau lesi
kulit berupa urtikaria, ruam purpura, makulopapular, akrodermatitis papular,
sindrom Gianotti-Crosti
Tanda
Hepatitis B
1.
Ikterus
timbul setelah 6-8 minggu
2.
Hepatosplenomegali
3.
Limfadenopati
Penanganan
1. Ibu
yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat menularkan
hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan dengan:
Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.
Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.
2. Bila
tersedia, berikan imunoglobulin hepatitis B (HBIG) 200 IU
3. (0,5
mL) IM disuntikkan pada paha sisi yang lainnya, dalam waktu 24 jam setelah
lahir (paling lambat 48 jam setelah lahir).
4. Yakinkan
ibu untuk tetap menyusui bayinya.
Apabila bayi menderita hepatitis B kongenital dapat diberikan lamivudin, tenofovir, atau adefovir, atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit infeksi.
Apabila bayi menderita hepatitis B kongenital dapat diberikan lamivudin, tenofovir, atau adefovir, atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit infeksi.
Pemantauan
Pada
bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan:
1.
HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila
positif perlu penanganan lebih lanjut, rujuk ke subbagian hepatologi.
2.
Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan
bayi; bila positif bayi telah mendapat kekebalan dan terlindung dari infeksi.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan imunoprofilaksis.
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan imunoprofilaksis.
2.5 Ibu nifas dengan Paru ( TB )
Pengembangan enam bulan ASI
eksklusif bagi ibu dengan penderita TB sangat membutuhkan dukungan dari keluarga
maupun tenaga kesehatan. Artinya pengembangan ASI eksklusif enam bulan pada ibu
menyusui penderita TB paru memiliki efek ganda, yaitu secara ekonomi akan
menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan status gizi bayinya.
Untuk mencapai target Milliennium Development Goal
(MDG)tahun 2015, WHO merencanakan strategi baru yang disebut Strategi Stop TB,
untuk menjangkau semua pasien, dan mengintensifkan pengendalian TB pasca DOTS.
Salah satu strategi nasional adalah melibatkan
pasien TB dan komuitas dalam pengendalian TB. Khusus bagi ibu menyusui bagi ibu
menyusui yang sedang menderita penyakit tropis seperti tuberculosis tidak perlu
khawatir tentang kualitas keamanan ASI.
Ada beberapa teknik managemen laktasi ASI secara
eklusif bagi ibu menyusui yang sedang menderita penyakit tropis seperti
tuberculosis (TB) paru, yaitu :
1.
Memberikan
perhatian khusus pada kebutuhan bayi, terutama dalam program ketahanan pangan
sehingga sejalan dengan konvesi hak-hak bayi yaitu memperoleh ASI secara
eksklusif selama enam bulan.
2.
Memberikan
kontribusi khusus kepada ibu menyusui baik yang sehat maupun yang sedang
menderita penyakit tropis khususnya tuberculosis untuk tetap sapat menjamin
kebutuhan gizi bayinya.
3.
Pada tahun kedua
dan seterusnya, selain ASI bayi juga mendapat MP-ASI, namun keunggulan ASI
masih tetap diperoleh, yaitu ASI merupakan sumber protein yang melengkapi
serealia dan makanan lainnya dalam MP-ASI.
4.
Kolostrum, susu
pertama yang dikeluarkan oleh ibu bersalin memenuhi kebutuhan gizi bayi baru
lahir karena mengandung anti virus, anti bakteri, memperkuat daya tahan byi dan
merupakan sumber vitamin A. dengan demikian bayi yang mendapat ASI eksklusif
enam bulan akan memiliki daya tahan tubuh yang tinggi. Oleh karena itu ASI
sekaligus berfungsi sebagai immunisasi pertama bagi bayi usia kurang dari tujuh
hari balum kuat menerima suntikan imunisasi.
5.
Bayi yang
mendapat ASI eksklusif enam bulan akan memiliki risiko terkena infeksi infeksi
lebih rendah.
6.
Bayi yang
mendapat ASI secara eklusif selama enam bulan akan dapat terbebas dari penyakit
atopic termasuk atopic eksim, alergi terhadap makanan, dan alegi pernafasan
(Asma) pada bayi. Selanjutnya bayi akan terbebas dari target organ dari
penyakit alergi.
7.
Bayi premature
yang mendapat ASI ekslusif enam bulan dan masih dilanjutkan hingga usia dua
tahun akan mempunyai skor IQ lebih tinggi pada usia 7-8 tahun dibandingkan
dengan bayi yang mendapat MP-ASI / makanan buatan lebih awal.
2.6 Ibu nifas dengan HIV-AIDS
Sebenarnya ibu dengan HIV positif
kurang begitu subur. Penelitian di Uganda dan beberapa negara maju menunjukkan
bahwa infeksi HIV pada perempuan menurunkan fertilitas6. Namun karena kelompok
umur yang terinfeksi HIV sebagian besar adalah usia subur maka kehamilan pada
wanita HIV positif merupakan masalah nyata. Transmisi HIV dari ibu dengan HIV
positif ke bayi disebut transmisi vertikal dapat terjadi melalui plasenta pada
waktu hamil (intrauterin), waktu bersalin (intrapartum) dan pasca natal melalui
air susu ibu (ASI).
Mekanisme
transmisi melalui
ASI. HIV-1 berada di dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus bebas,
namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkan ke bayi. Beberapa penelitian yang
perlu dikonformasi lagi oleh karena hanya melibatkan kasus yang tidak banyak
memperlihatkan bahwa prevalensi dan
konsentrasi DNA HIV-1 tertinggi pada 6 bulan pertama. Beberapa zat antibodi
yang terdapat di dalam ASI dapat bekerja protektif terhadap penularan melalui
ASI seperti laktoferin, secretory leukocyte protease inhibitor. Status vitamin
A pada ibu juga penting karena terbukti laju penularan lebih tinggi pada ibu
dengan defisiensi vit A.
Risiko transmisi vertikal
Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa factor :
1. Usia kehamilan. Transmisi vertikal
jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena plasenta merupakan barier yang
dapat melindungi janin dari infeksi pada ibu. Transmisi terbesar terjadi pada
waktu hamil tua dan waktu persalinan.
2. Beban virus di dalam darah.
3. Kondisi kesehatan ibu.
4. Stadium dan progresivitas penyaklit
ibu, ada tidaknya komplikasi, kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi
vitamin A.
5. Faktor yang berhubungan dengan
persalinan; seperti masa kehamilan, lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan
bayi baru lahir.
6. Pemberian profilaksis obat
antiretroviral
7. Pemberian ASI
Pencegahan transmisi vertical
1. Pencegahan primer
Pendekatan yang paling efektif untuk
mencegah transmisi vertikal adalah pencegahan pada wanita usia subur. Konseling
sukarela, rahasia, dan pemeriksaan darah adalah cara mendeteksi pengidap HIV
secara dini.
2. Pencegahan sekunder
a. Pemberian antiretrovirus secara
profilaksis
Pada tahun 1994 dapat dibuktikan
bahwa pemberian obat tunggal zidovudine sejak kehamilan 14 minggu, selama
persalinan dan dilanjutkan 6 minggu kepada bayi dapat menurunkan transmisi
vertikal sebanyak 2/ 3 kasus.Akhir-akhir ini telah terbukti bahwa pemberian
profilaksis zidovudine dalam jangka
waktu lebih singkat cukup efektif asalkan bayi tidak diberikan ASI, oleh karena
obat tersebut tidak dapat mencegah transmisi melalui ASI. Saat ini
penelitian mem- buktikan bahwa pemberian
satu kali Nevirapine pada saat persalinan kepada ibu dan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian satu kali pada bayi pada usia 48-72 jam setelah lahir dapat
menurunkan transmisi vertikal sebanyak 50% bila dibandingkan dengan pemberian
zidovudine oral waktu intrapartum dan pada bayi selama satu minggu. Kombinasi dua obat
anti- retroviral atau lebih ternyata sangat mengurangi transmisi
vertikal apalagi bila dikombinasi dengan persalinan melalui seksio sesaria
serta tidak mem- berikan ASI. Efek samping penggunaan antiretroviral ini masih
dalam penelitian.
b. Persalinan dengan seksio sesaria
Suatu meta-analisis pada 15 buah penelitian yang melibatkan
7800 pasangan ibu anak membuktikan bahwa bayi yang dilahirkan secara seksio
sesaria yang dilakukan sebelum ketuban pecah mempunyai kejadian transmisi
vertikal jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kelahiran per vaginam. Sebuah
penelitian klinik yang dilakukan dengan randomisasi membuktikan bahwa pada bayi
yang dilahirkan dengan cara seksio sesaria transmisi vertikal HIV adalah
1.8% sedangkan yang lahir per vaginam
transmisi vertikal adalah 10,6 %.
Tata
laksana :
1. Pengobatan antiretroviral
Sampai sekarang belum ada obat
antiretroviral yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, obat yang ada hanya dapat
memperpanjang kehidupan. Obatantiretroviral yang dipakai pada bayi/anak adalah
Zidovudine.Obat tersebut diberikan bila sudah terdapat gejala seperti infeksi
oportunistik, sepsis, gagal tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah trombosit
< 75.000 / mm3 selama 2 minggu, atau terdapat penurunan status imunologis.
2. Pemberian makanan
Telah diketahui bahwa ASI mengandung
virus HIV dan transmisi melalui ASI adalah sebanyak 15 %. Kemungkinan transmisi
vertikal intrapartum dapat diturunkan sampai 2-4% dengan menggunakan cara
pencegahan seperti pemberian antiretrovirus, per- salinan secara seksio
sesaria, maka sebaiknya bayi tidak mendapat ASI. Namun perlu dipertimbangkan
bahwa pemberian pengganti ASI jangan berdampak lebih buruk.
Perlu
dipertimbangkan juga biaya penga- daan makanan pengganti ini. Bila bayi tidak
mendapat ASI maka susu formula yang dibutuhkan adalah: untuk 6 bulan pertama
bayi membutuhkan sekitar 92 liter atau 20 kg susu. Pada usia antara 6 –12 bulan
apabila makanan bayi masih 1/2 diperoleh dari susu dan pada usia 12-24 bulan
masih 1/3 diperoleh dari susu maka antara 6-24 bulan susu formula yang
dibutuhkan adalah 255 liter atau 43 kg. Jadi dari 0 sampai 24 bulan dibutuhkan
sekitar 63 kg susu formula25. Biaya tersebut cukup besar. Belum lagi biaya
untuk air bersih dan bahan bakar dan biaya untuk perawatan kesehatan oleh
karena bayi yang tidak mendapat ASI lebih sering sakit. Makanan yang dibuat
sendiri akan lebih murah seperti yang dilaksanakan di Bangladesh biaya formula
yang dibuat di rumah hanya 60% dari biaya susu kaleng.25 .Maka apabila ibu bukan pengidap HIV/AIDS atau statusnya
tidak diketahui maka ibu tetap dianjurkan untuk memberikan ASI.
Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS
terdapat beberapa alternatif yang dapat diberikan dan setiap keputusan ibu setelah mendapat
penjelasan perlu didukung.
a. Bila ibu memilih tidak memberikan
ASI maka ibu diajarkan memberikan makanan alternatif yang baik dengan cara yang benar, misalnya pemberian dengan cangkir
jauh lebih baik dibandingkan dengan pemberian melalui botol. Di negara
berkembang sewajarnya makanan alternatif ini disediakan secara cuma-cuma untuk
paling kurang 6 bulan.
b. Bila ibu memilih memberikan ASI
walaupun sudah dijelaskan kemungkinan yang terjadi, maka dianjurkan untuk memberikan ASI secara
eksklusif selama 3-4 bulan kemudian menghentikan ASI dan bayi diberikan makanan
alternatif. Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena virus HIV
dapat menular melalui luka. Jangan pula
diberikan ASI bersama susu formula karena susu formula akan menyebabkan luka di
dinding usus yang menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk.
c. Imunisasi
Beberapa peneliti menyatakan bahwa bayi yang tertular HIV
melalui transmisi vertikal masih mempunyai kemampuan untuk memberi respons imun
terhadapvaksinasi sampai umur 1-2 tahun. Oleh karena itu di negara-negara
berkembang tetap dianjurkan untuk memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang
terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal. Namun dianjurakan untuk tidak
memberikan imunisasi dengan vaksin hidup misalnya BCG, polio, campak. Untuk
imunisasi polio OPV (oral polio vaccine) dapat digantikan dengan IPV (inactivated polio vaccine) yang bukan
merupakan vaksin hidup. Imunisasi
Campak juga masih dianjurkan oleh
karena akibat yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pada pasien ini lebih besar
daripada efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin campak.
d. Dukungan psikologis
Selain pemberian nutrisi yang baik bayi memerlukan kasih
sayang yang kadang-kadang kurang bila
bayi tidak disusukan ibunya. Perawatan anak seperti pada anak lain. Hindari
jangan sampai terluka. Bilamana sampai terluka
rawat lukanya sedemikian dengan mengusahakan agar si penolong terhindar
dari penularan melalui darah. Pakai sarung tangan dari latex dan tutup luka
dengan menggunakan verban. Darah yang tercecer di lantai dapat dibersihkan
dengan larutan desinfektans. Popok dapat direndam dengan deterjen. Perlu
mendapat dukungan ibu, sebab ibu dapat mengalami stres karena penyakitnya
sendiri maupun infeksi berulang yang diderita anaknya.
Kesimpulan :
1. Neonatus dapat tertular HIV melalui
transmisi vertikal sewaktu intranatal, intrapartum atau melalui ASI.
2. Transmisi vertikal dapat sangat
dikurangi dengan pemberian obat
antiretroviral pada ibu, persalinan melalui seksio sesaria dan pencucian jalan
lahir.
3. Diagnosis dengan PCR dapat
memastikan penularan pada usia 8 minggu.
4. Tatalaksana adalah seperti bayi yang
tidak tertulardengan dukungan suportif berupa makanan bergizi dan pemberian
imunisasi rutin.
5. Pemberian ASI tidak dianjurkan.
Pengganti ASI ini harus diberikan secara gratis selama paling kurang 6 bulan.
Namun apabila ibu tetap ingin memberikan ASI walaupun sudah dijelaskan
sebelumnya tentang risikonya, ASI harus diberikan secara eksklusif selama 3-4
bulan saja.
6. Pemantauan dilakukan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pemeriksaan darah (hemoglobin, CD4,
trombosit dan sebagainya).
7. Bila timbul gejala segera diobati dengan
obat antiretroviral.
8. Prognosis sampai saat ini masih
kurang baik.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Masa
nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
berikutnya (JHPIEGO, 2002 dalam
Wulandari, R, 2011).
2. Masa
nifas tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir
persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999 dalam Wulandari, R,
2011). Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Wulandari, R, 2011).
Definisi ASI-Eksklusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu
(ASI) saja segera setelah melahirkan sampai usia 6 bulan. Pada usia ini, bayi
masih dalam masa transisi untuk menyesuaikan konsumsi gizinya dari luar. Oleh
karena itu selama 6 bulan penuh, diharapkan bayi hanya mendapatkan konsumsi dari
makanan yang diproduksi dari dalam tubuh ibunya. Pemberian makanan lain selain
ASI pada usia tersebut, dikhawatirkan akan terjadi gangguan kesehatan karena
kondisi biologis bayi, terutama alat pencernaannya masih belum siap.
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B
biasanya asimptomatis, jarang yang disertai gejala sakit. Transmisi virus
hepatitis B (HB) dari ibu penderita terjadi pada saat lahir karena paparan
darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilan trimester
pertama dan kedua, risiko penularan pada bayinya kecil karena antigen dalam
darah sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs sudah muncul. Bila
ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir, kemungkinan bayi akan
tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi melalui fekal oral
(sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat minimal apabila bayi
diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B.
Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga
bayi boleh menyusu. Ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan cara
mencegah penularan kepada bayi yaitu dengan penggunaan masker. Walaupun
sebagian obat anti tuberculosis tersebut akan terdapat di ASI, bayi tetap
diberi INH dengan dosis penuh. Setelah 3 bulan pengobatan biasanya ibu sudah
tidak menularkan lagi maka bayi diuji mantoux, bila hasilnya negatif terapi INH
dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG.
Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
sebanyak kurang lebih 20% sudah terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal dan
bila ibu menyusui, penularan melalui ASI akan bertambah sebanyak 14%. Oleh
karena itu, dinegara maju dengan angka kematian dan kesakitan bayi yang tidak
mendapat ASI sudah rendah, dianjurkan agar ibu tidak menyusui bayinya. Namun di
negara dimana tidak memberikan ASI memberikan dampak morbiditas dan mortalitas
yang masih tinggi, maka dianjurkan agar ibu tetap memberikan ASI.
1. Neonatus dapat tertular HIV melalui
transmisi vertikal sewaktu intranatal, intrapartum atau melalui ASI.
2. Transmisi vertikal dapat sangat
dikurangi dengan pemberian obat antiretroviral
pada ibu, persalinan melalui seksio sesaria dan pencucian jalan lahir.
3. Diagnosis dengan PCR dapat
memastikan penularan pada usia 8 minggu.
4. Tatalaksana adalah seperti bayi yang
tidak tertular dengan dukungan suportif berupa makanan bergizi dan pemberian
imunisasi rutin.
5. Pemberian ASI tidak dianjurkan.
Pengganti ASI ini harus diberikan secara gratis selama paling kurang 6 bulan.
Namun apabila ibu tetap ingin memberikan ASI walaupun sudah dijelaskan
sebelumnya tentang risikonya, ASI harus diberikan secara eksklusif selama 3-4
bulan saja.
6. Pemantauan dilakukan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pemeriksaan darah (hemoglobin, CD4,
trombosit dan sebagainya).
7. Bila timbul gejala segera diobati
dengan obat antiretroviral.
8. Prognosis sampai saat ini masih
kurang baik.
3.2 Saran
Sebagai karya manusia yang tidak
pernah luput dari kekurangan, makalah ini tetap memerlukan kritik dan masukan
dari pembaca, khususnya dosen. Kami sangat me mnantikan hal ini untuk mencapai
penyempurnaan tulisan dikemudian hari.
♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚♚
Komentar
Posting Komentar